Profesor Riset di Pusat Penelitian Politik LIPI, Ikrar Nusa Bhakti menemukan kejanggalan soal kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina, Sub Holding, dan Kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) periode 2018-2023.
Ikrar menilai bahwa korupsi tersebut kemungkinan besar terjadi di era pemerintahan presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi).
“Korupsi di Pertamina itu terjadi antara 2018 sampai 2023, yang ketahuan itu. Bagaimana kalau ini juga terjadi di era pemerintahan Jokowi, dari 2014 sampai 2024,” sebut Ikrar, dikutip dari youtubenya, Senin (10/3/25).
“Ini menurut saya juga harus dicari tahu,” sambungnya.
Menurut Ikrar, Kejaksaan Agung (Kejagung) tentu memiliki kekuatan hukum untuk melakukan pemeriksaan terhadap Jokowi.
“Di sini Kejaksaan Agung pasti memiliki kekuatan hukum untuk melakukan yang namanya pemeriksaan terhadap mantan presiden Jokowi,” ucapnya.
Skandal Migas Pertamina! Profesor LIPI: Kejagung Berani Periksa Jokowi?
Meskipun pada kenyataannya orang-orang yang berada di dalam Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menurut Ikrar adalah orang Jokowi, tetapi Kejagung seharusnya tetap berani melakukan pemeriksaan.
“Karena KPK katanya adalah bagian dari eksekutif pemerintahan, belum lagi orang-orangnya pilihan Jokowi, nah yang jadi pertanyaan apakah KPK berani melakukan pemeriksaan terhadap Jokowi?,” ujarnya.
“Yang jelas, Kejaksaan Agung harus memiliki kekuatan hukum untuk melakukan pemeriksaan terhadap Jokowi,” sambungnya.
Menurut Ikrar pemeriksaan terhadap Jokowi ini bukan berarti menuduh sebagai pemain, namun mungkin saja Jokowi paham dan tahu bagaimana mafia migas terjadi di Pertamina.
“Ya belum tentu dia menjadi orang yang bersalah, tapi paling tidak dia pastinya tahu bagaimana yang namanya mafia migas terjadi di Pertamina,” tandasnya.
Dalam kasus korupsi tata Kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina, Sub Holding, dan Kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) periode 2018-2023, Kejagung menetapkan 9 orang tersangka.
Hukuman Mati
Para tersangka ditahan selama 20 hari ke depan untuk kebutuhan penyidikan. Kasus dugaan korupsi ini sendiri diperkirakan merugikan negara hingga Rp 193,7 triliun.
Sementara Jaksa Agung, ST Burhanuddin memastikan akan memperberat hukuman sembilan tersangka kasus korupsi tata kelola minyak mentah di PT Pertamina (Persero) bahkan sampai hukuman mati.
Alasan sembilan tersangka itu bisa diperberat hukumannya karena seluruh tersangka melakukan perbuatan pidana di masa Covid-19 yaitu tahun 2018-2023.
“Kita akan melihat hasil selesai penyidikan ini, kita akan melihat dulu apakah ada hal-hal yang memberatkan dalam situasi covid dia melakukan perbuatan itu dan tentunya ancaman hukumannya akan lebih berat. Bahkan, dalam kondisi yang demikian, bisa-bisa hukuman mati, tapi kita akan lihat dulu,” jelasnya, Minggu (9/3/2025).
Sebagaimana diketahui, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah membongkar kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada Pertamina subholding dan KKKS tahun 2018-2023.
kerugian negara diperkirakan mencapai angka fantastis sebesar Rp968,5 triliun dan hampir 1 kuadriliun rupiah.
Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum), Kejaksaan Agung (Kejagung) Harli Siregar kerugian negara mencapai Rp193,7 triliun hanya berdasarkan lima komponen pada 2023. Namun, karena penyidikan yang dilakukan Kejagung mencakup 2018 sampai 2023, kerugian negara dapat diperkirakan mencapai Rp1 kuadriliun.
Adapun sembilan orang tersangka yakni Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, SDS selaku Direktur Feed stock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional.
YF selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shiping, AP selaku VP Feed stock Management PT Kilang Pertamina International, MKAN selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, dan YRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Dirut PT Orbit Terminal Mera. Selanjutnya, Maya Kusmaya selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga Pertamina Patra Niaga dan Edward Corne selaku VP Trading Operation Pertamina Patra Niaga.
Sumber: suara