Mengapa KPU Kini Irit Bicara Soal Sirekap Disebut Mahfud Amburadul?
- account_circle Redaksi
- calendar_month Rab, 21 Feb 2024

Mengapa KPU Kini Irit Bicara Soal Sirekap yang Disebut Mahfud Amburadul?
Namun, KPPS tidak diberikan kewenangan koreksi apabila ada kesalahan data untuk raihan suara pilpres. KPPS hanya bisa memberikan tanda di aplikasi Sirekap bahwa ada perbedaan data hasil pemindaian. Adapun koreksi data hanya bisa dilakukan oleh Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan KPU kabupaten/kota.
Sementara itu, Komisioner KPU RI Idham Holik pada Senin (19/2/2024) malam menjelaskan bahwa sistem Sirekap untuk pemindaian formulir C.Hasil pilpres dan pileg menggunakan teknologi berbeda. Untuk pemindaian C.Hasil pilpres memakai teknologi OMR (Optical Mark Recognition). Dengan teknologi tersebut, petugas KPPS tidak bisa mengoreksi jika hasil unggahan di Sirekap berbeda dengan formulir C.Hasil.
Untuk pemindaian formulir C.Hasil pileg DPR/DPRD dan DPD, kata dia, sistem Sirekap menggunakan teknologi OCR (Optical Character Recognition) sehingga petugas KPPS bisa melakukan koreksi data apabila terdapat kesalahan data. Sebagai catatan, KPU mempublikasikan data raihan suara yang terkumpul di Sirekap kepada publik lewat laman http://pemilu2024.kpu.go.id/. Publikasi bertujuan sebagai bentuk keterbukaan informasi publik.
Sebelumnya, lembaga swadaya masyarakat, Jaga Pemilu mengatakan, persoalan salah input dalam aplikasi Sirekap milik KPU menjadi pelanggaran tertinggi yang diperoleh pada H-1 hingga H+3 hari pemungutan suara 14 Februari 2024 lalu. Jaga Pemilu juga mencatat, pelanggaran tertinggi berikutnya adalah kesalahan administrasi tata cara pelayanan pelaksanaan pemungutan suara yang dilakukan para petugas KPPS di lapangan.
“Sejak Orde Baru berakhir, ini adalah pemilu keenam yang kita lakukan. Sangat disayangkan bahwa sudah enam kali berturut-turut kita melakukan pemilu, berbagai kecurangan atau kesalahan yang terjadi, termasuk kesalahan administratif seperti dua hal tertinggi tersebut, belum bisa diminimalisir,” kata Sekretaris Perkumpulan Jaga Pemilu Luky Djani akhir pekan lalu.
Luky menjelaskan, kedua pelanggaran itu diperoleh dari pantauan yang Jaga Pemilu lakukan di hampir 7.000 tempat pemungutan suara (TPS) di lapangan, baik oleh penjaga pemilu yang teregistrasi, maupun dari masyarakat umum. Keduanya berbeda dari isu pelanggaran tertinggi sebelum hari H yang didominasi oleh ketidaknetralan aparat.
“Selain salah input Sirekap dan kesalahan administrasi tata cara pemilu, juga ada persoalan netralitas penyelenggara, politik uang di H-1 sampai menjelang pencoblosan atau yang dikenal sebagai serangan fajar. Juga ada pelanggaran terkait dengan Daftar Pemilih Tetap. Misalnya, ada nama di daftar tapi tidak menerima surat panggilan, atau sebaliknya, ada anggota keluarga yang sudah wafat tapi menerima surat panggilan,” jelasnya.
Luky melanjutkan, menurutnya Pemilu 2024 tidak jauh berbeda dengan pelaksanaan Pemilu 1992 ketika Orde Baru masih berkuasa. Artinya, setelah 30 tahun Indonesia menyelenggarakan pemilu bebas, berbagai kesalahan masih terus terjadi hingga saat ini di pasca-reformasi.
Pendiri JagaSuara2024 Hadar Gumay mengatakan, kesalahan penginputan data di Sirekap tidak bisa dianggap enteng. Ini karena data rekapitulasi yang secara manual akan dilakukan bertahap sesungguhnya bertumpu pada bahan awal dari aplikasi Sirekap.

Author Redaksi
Jl. Gatot Subroto No.Kav. 2, RW.3, Karet Semanggi, Kecamatan Setiabudi Jakarta Selatan