Badai Matahari Diprediksi Terjadi Lagi Tahun 2025, Ini Dampaknya bagi Bumi
- account_circle Redaksi
- calendar_month Ming, 14 Jan 2024

Badai Matahari Diprediksi Terjadi Lagi Tahun 2025. Badai matahari adalah fenomena atau peristiwa alam yang terjadi ketika ada lonjakan pelepasan energi dari matahari melalui titik-titik tertentu. Hal ini disebabkan oleh gangguan magnetik yang terjadi karena tidak seragamnya kecepatan rotasi bagian-bagian permukaan matahari dan antara permukaan dengan interior matahari.
Badai matahari dapat berdampak bagi bumi, terutama bagi sistem komunikasi, navigasi, dan listrik. Radiasi yang ditimbulkan oleh badai matahari dapat mengganggu sinyal satelit, radio, dan telepon seluler. Selain itu, badai matahari juga dapat menyebabkan gangguan jaringan listrik, bahkan berpotensi menyebabkan mati listrik di beberapa wilayah.
Badai matahari juga dapat memicu fenomena aurora, yaitu cahaya berwarna-warni yang muncul di langit malam. Aurora terbentuk ketika partikel bermuatan dari matahari bertemu dengan medan magnet bumi. Aurora biasanya terlihat di wilayah kutub, tetapi badai matahari yang kuat dapat membuatnya terlihat di wilayah yang lebih rendah.
Menurut laporan dari National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), badai matahari terakhir terjadi pada 11-12 Oktober 2021 dan termasuk dalam kategori G2 yang cukup kuat. Badai matahari ini memengaruhi satelit di orbit sekitar bumi, menyebabkan gangguan jaringan listrik, dan memicu aurora yang terlihat di selatan New York dan Washington.
Badai Matahari Diprediksi Terjadi Lagi Tahun 2025
Berikut ini beberapa potensi ancaman badai Matahari ekstrem.
1. Kiamat Internet
Seperti yang telah disebutkan, dampak dari fenomena badai Matahari yakni memungkinkan terjadi kiamat internet di Bumi. Dampak ini dipaparkan berdasarkan penelitian di SIGCOMM 2021.
Asisten profesor di University of California, Sangeetha Abdu Jyothi, dalam makalahnya mengatakan, badai Matahari yang ekstrem bisa mengakibatkan ‘kiamat internet’ yang membuat sebagian besar populasi sulit terhubung ke internet selama berminggu-minggu.
“Apa yang benar-benar membuat saya berpikir tentang ini adalah dengan pandemi kita melihat betapa tidak siapnya dunia. Tidak ada protokol untuk menanganinya secara efektif, begitu pun dengan ketahanan internet. Infrastruktur kita tidak siap untuk fenomena Matahari berskala besar,” kata Abdu Jyoth seperti dikutip detikINET dari Live Science.
2. Merusak Satelit
Pada tahun 2019, Peneliti Ahli Utama (Profesor Riset) Astronomi dan Astrofisika Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Thomas Djamaluddin menyebutkan bahwa dampak badai Matahari lebih membahayakan bagi teknologi di antariksa.
“Membahayakannya bukan pada kehidupan manusia tapi bagi teknologi antariksa. Ketika satelit-satelit terkena badai Matahari, dan jika proteksi satelit gagal mengatasinya, tentu instrumen di satelit itu rusak. Kalau satelitnya rusak, maka layanan-layanan di Bumi yang memanfaatkan satelit itu akan terganggu,” ujar Djamal.
Badai Matahari Diprediksi Terjadi Lagi Tahun 2025
Jadi, meski tidak membahayakan makhluk hidup di Bumi, badai Matahari akan berdampak secara tidak langsung terhadap kehidupan. Pasalnya, layanan berbasis satelit sudah jadi kebutuhan manusia modern. Sebut saja untuk komunikasi, broadcasting dan komunikasi data perbankan misalnya, semua itu sangat bergantung pada satelit.
“Ketika satelit Telkom 1 mengalami gangguan di 2017 misalnya. ATM yang memanfaatkan satelit itu menjadi offline dan sekian banyak pengguna tidak bisa terlayani,” ujarnya memberikan contoh.
3. Gangguan Listrik
Selain kiamat internet, badai Matahari juga dapat mengakibatkan gangguan listrik di Bumi. Hal ini lantaran gangguan pada medan magnetik Bumi, dapat menyebabkan terbukanya celah medan magnetik Bumi sekitar kutub. Sehingga partikel bermuatan proton dan elektron dapat masuk ke atmosfer Bumi, membentuk aurora dan dapat bisa menginduksi jaringan listrik.
“Tahun 1989, trafo di Quebec, Kanada terkena induksi hingga terbakar dan mematikan listrik di daerah yang luas. Terbakar karena ada induksi dari partikel-partikel energetik dari badai Matahari,” kata Djamal.
Djamal menambahkan induksi terhadap jaringan listrik tidak mungkin terjadi di wilayah ekuator yang berada di lintang rendah seperti di Indonesia.
“Sangat minim kalau ke ekuator karena mengikuti medan magnet Bumi yang mengarahnya ke arah kutub. Jadi kalau di Indonesia sebut saja pelindung medan magnet dan pelindung lapisan ozon itu cukup aman. Badai Matahari di wilayah ekuator aman,” ujarnya.
Dia menjelaskan, badai Matahari bukanlah hal baru terjadi melainkan sudah ada sejak zaman dahulu. Tapi karena Bumi punya pelindung yang kuat, Bumi aman.
Lantas apa pelindung Bumi tersebut?
Dijelaskan bahwa Bumi memiliki dua pelindung yang kuat. Pertama, yakni lapisan magnetosfer atau medan magnet yang melindungi dari partikel energetik atau berenergi tinggi berisi proton dan elektron, sehingga tidak membahayakan manusia di Bumi.
Kedua, ada lapisan ozon yang melindungi radiasi ultraviolet dari Matahari. Karena pada saat badai Matahari terjadi, terjadi peningkatan pancaran partikel energetik atau partikel berenergi dan radiasi dari Matahari.
Demikian ulasan tentang dampak badai Matahari terhadap Bumi dan kehidupan manusia. Semoga dapat menambah pengetahuan detikers ya!
Sumber: detiksulsel
- Author: Redaksi